PERMENLHK NOMOR 8 TAHUN 2021 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DI HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI

PermenLHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan PermenLHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi, yang dimaksud Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan tetap. Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil Hutan. Tata Hutan adalah kegiatan menata ruang Hutan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan Hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan Kawasan Hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan Hasil Hutan Kayu dan bukan kayu, memungut Hasil Hutan Kayu dan bukan kayu serta mengolah dan memasarkan hasil Hutan secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil Hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil Hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

 

Dinyatakan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atau Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi, bahwa Tata Hutan dilaksanakan pada setiap unit KPHL dan/atau unit KPHP oleh kepala KPH. Pelaksanaan Tata Hutan meliputi: inventarisasi Hutan; perancangan Tata Hutan; penataan batas dalam unit pengelolaan Hutan; pemetaan Tata Hutan; dan partisipasi para pihak melalui konsultasi publik.

 

Inventarisasi Hutan dilaksanakan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai: a) status, penggunaan, dan penutupan lahan; b) jenis tanah, kelerengan lapangan/topografi; c) iklim; d) hidrologi, bentang alam, dan gejala-gejala alam; e) gambaran keadaan flora dan fauna; f) jenis, potensi, dan sebaran Pemanfaatan Kawasan, jasa lingkungan, Hasil Hutan Kayu, dan HHBK; g) jenis, populasi, dan habitat flora dan fauna; h) kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat; i) potensi konflik; dan j) aksesibilitas.

 

Inventarisasi Hutan dilakukan dengan cara survei lapangan; dan/atau analisis data hasil penginderaan jarak jauh, informasi ilmiah, serta informasi sumber daya Hutan dari pemangku yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil inventarisasi Hutan berupa data dan informasi meliputi: data pokok berupa potensi tegakan kayu dan HHBK, potensi sumber daya tumbuhan non kayu potensi Pemanfaatan Kawasan, potensi jasa lingkungan dan disajikan pada peta hasil kegiatan dengan skala paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu); dan data penunjang berupa infrastruktur yang mendukung pengelolaan Hutan, kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, informasi kondisi daerah aliran sungai dan sub daerah aliran sungai, informasi jenis tanah, kelerengan, curah hujan, dan kawasan hidrologis gambut. Hasil pelaksanaan inventarisasi Hutan digunakan untuk: penyusunan rancangan Tata Hutan meliputi pembagian blok dan petak; dan penyusunan rencana pengelolaan meliputi RPHJP dan RPHJPd.

 

Pelaksanaan inventarisasi Hutan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Pelaksanaan inventarisasi Hutan untuk penyusunan RPHJPd dilakukan setiap tahun. Perancangan Tata Hutan dilakukan dengan: a) perancangan pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP; dan b) perancangan pembukaan wilayah Hutan untuk jalan Hutan, sarana, dan prasarana. Perancangan Tata Hutan harus terintegrasi dengan perancangan areal yang telah dibuat oleh pemegang PBPH, Hak Pengelolaan, dan/atau pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. Pembagian blok memperhatikan: karakteristik biofisik lapangan; kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar; potensi Pemanfaatan Kawasan, jasa lingkungan, Hasil Hutan Kayu dan HHBK; eberadaan PBPH, persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, dan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial; dan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP), Peta Arahan Pemanfaatan Hutan Lindung, Peta Arahan Pemanfaatan Hutan Produksi, Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), dan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

 

Pembagian blok pada Hutan Lindung meliputi: blok inti; blok pemanfaatan; dan blok khusus. Blok inti pada Hutan Lindung dibatasi untuk kegiatan pemungutan HHBK dengan tidak merusak tegakan Hutan. Blok pemanfaatan pada Hutan Lindung meliputi: a) blok pemanfaatan untuk perizinan berusaha erupa: Pemanfaatan Kawasan; Pemanfaatan Jasa Lingkungan; dan pemungutan HHBK; dan/atau b) blok pemanfaatan untuk pengelolaan perhutanan sosial.

 

Blok khusus pada Hutan Lindung merupakan blok untuk menampung kepentingan khusus di wilayah KPH. Pembagian blok pada Hutan Produksi meliputi: blok perlindungan; blok pemanfaatan; dan blok khusus. Blok perlindungan pada Hutan Produksi dibatasi untuk kegiatan: pemungutan HHBK; dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Blok pemanfaatan pada Hutan Produksi dibagi menjadi: blok pemanfaatan untuk perizinan berusaha; dan blok pemanfaatan untuk pengelolaan perhutanan sosial. Blok khusus pada Hutan Produksi merupakan blok untuk menampung kepentingan khusus di wilayah KPH. Kepentingan khusus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Dinyatakan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atau PermenLHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi, bahwa Penataan batas dalam unit pengelolaan Hutan dilakukan berdasarkan: rancangan Tata Hutan; dan jenis pengelolaan yang dapat dilakukan pada unit pengelolaan Hutan. Penataan batas dalam unit pengelolaan Hutan dilakukan untuk kegiatan: Pemanfaatan Hutan; Penggunaan Kawasan Hutan; rehabilitasi dan reklamasi Hutan; dan pengelolaan perhutanan sosial. Penataan batas dalam unit pengelolaan Hutan dilakukan dengan memperhatikan: a) produktivitas dan potensi Kawasan Hutan; b) keberadaan kawasan lindung yang meliputi: kawasan gambut; kawasan resapan air; sempadan pantai; sempadan sungai; kawasan sekitar danau/waduk; kawasan sekitar mata air; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana alam; kawasan perlindungan plasma nutfah; kawasan pengungsian satwa; dan kawasan pantai berhutan bakau; c) kondisi penggunaan/penutupan lahan sesuai dengan kemampuan lahan; d) sungai, alur sungai, dan/atau jalan Hutan yang sudah ada atau yang direncanakan pembukaan jalan Hutan; e) perubahan Sistem Silvikultur dan/atau jenis tanaman Hutan; f) areal Penggunaan Kawasan Hutan; dan g) kegiatan rehabilitasi Hutan yang sudah terbangun dan/atau areal yang diarahkan untuk kegiatan rehabilitasi.

 

Pemetaan Tata Hutan dilakukan dengan penyusunan rancangan Tata Hutan dalam bentuk peta Tata Hutan yang menggunakan Peta Dasar dan sumber data spasial lainnya dengan skala peta paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu). Pemetaan Tata Hutan paling sedikit memuat informasi: a) batas wilayah KPH yang telah ditetapkan Menteri; b) pembagian batas blok; c) fungsi kawasan unit pengelolaan Hutan; dan d) rencana pembentukan resor yang akan dibangun atau definitif. Penyajian peta Tata Hutan dengan ketentuan untuk: wilayah KPH kurang dari 50.000 Ha (lima puluh ribu hektare), skala peta paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu); wilayah KPH dari 50.000 Ha (lima puluh ribu hektare) sampai dengan 100.000 Ha (seratus ribu hektare), skala peta paling kecil 1:100.000 (satu berbanding seratus ribu); dan wilayah KPH lebih dari 100.000 Ha (seratus ribu hektare), skala peta paling kecil 1:250.000 (satu berbanding dua ratus lima puluh ribu). Penyajian peta Tata Hutandisusun dan dijadikan lampiran RPHJP. Peta Tata Hutan disahkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

 

Rencana pengelolaan Hutan disusun berdasarkan hasil inventarisasi dan rancangan Tata Hutan. Rencana pengelolaan Hutan meliputi: PHJP jangka waktu 10 (sepuluh) tahun; dan RPHJPd jangka waktu 1 (satu) tahun. RPHJP paling sedikit memuat: a) deskripsi wilayah; b) visi dan misi; c) potensi sumber daya; d) kondisi yang dihadapi; e) analisis proyeksi; f) strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan Hutan yang meliputi Tata Hutan, pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan, rehabilitasi Hutan dan reklamasi, perlindungan dan pengamanan Hutan, serta konservasi alam; g) rencana kegiatan pengelolaan KPHL dan/atau KPHP memuat perencanaan organisasi yang didalamnya memuat pengembangan sumber daya manusia, pengadaan sarana dan prasarana, dan pembiayaan; h) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan; atau i) kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP disusun oleh kepala KPH untuk setiap unit pengelolaan Hutan dan dilaporkan kepada Kepala Dinas oleh KPH. Penyusunan RPHJP melibatkan UPT yang terkait lingkup Kementerian. Penyusunan RPHJP memperhatikan: Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP); Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi (RPJMP); program dan kebijakan nasional dan daerah yang terintegrasi dengan rencana kerja pemegang PBPH/persetujuan; aspirasi, peran serta, dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan setempat; dan memuat semua aspek pengelolaan Hutan lestari.

 

Kepala Dinas mengusulkan penilaian dan pengesahan usulan RPHJP yang dilengkapi dengan dokumen elektronik kepada Direktur Jenderal. Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya dengan lengkap usulan RPHJP dan dokumen elektronik, melakukan verifikasi dan validasi data/informasi, serta dokumentasi pendukung usulan RPHJP.

 

Pelaksanaan verifikasi dan validasi data/informasi serta dokumentasi pendukung usulan RPHJP dilakukan melalui pembahasan yang melibatkan eselon I terkait lingkup Kementerian. Penyusunan dan penilaian RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP dilakukan melalui Sistem Informasi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (SI-RPHJP). Pedoman penyusunan RPHJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Permohonan pengesahan RPHJP disampaikan oleh Kepala Dinas dengan dilengkapi dokumen elektronik kepada Direktur Jenderal. Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP dalam bentuk keputusan berdasarkan hasil pembahasan penilaian usulan RPHJP yang telah diperbaiki.

 

RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP yang telah ditetapkan dapat dilakukan perubahan. Perubahan meliputi: a) perubahan arahan dan/atau luasan blok di dalam wilayah KPHL atau KPHP; b) perubahan yang diakibatkan adanya pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan, serta pengelolaan perhutanan sosial; c) perubahan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan di dalam wilayah KPHL dan KPHP; dan d) perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Perubahan RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP dilakukan melalui SI-RPHJP. Pedoman perubahan RPHJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atau Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi ini.

 

Usulan perubahan RPHJP disampaikan oleh Kepala Dinas berikut dokumen elektronik kepada Direktur Jenderal untuk dinilai. Penilaian dilakukan oleh Direktur Jenderal paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya usulan perubahan. Dalam hal substansi perubahan RPHJP disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan perubahan RPHJP. Dalam hal substansi perubahan RPHJP belum dapat disetujui, Direktur Jenderal menyampaikan arahan perbaikan perubahan RPHJP kepada Kepala Dinas. Kepala Dinas menyampaikan perbaikan perubahan RPHJP kepada kepala KPH. Kepala KPH dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima arahan perbaikan perubahan RPHJP KPHL atau perubahan RPHJP KPHP melakukan perbaikan usulan perubahan RPHJP, dan menyampaikan kembali kepada Direktur melalui Kepala Dinas. Direktur Jenderal atas nama Menteri setelah menerima perbaikan menerbitkan keputusan pengesahan perubahan RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari keputusan pengesahan RPHJP KPHL atau RPHJP KPHP sebelumnya.

 

Penetapan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek atau RPHJPd disusun oleh kepala KPH paling lambat 1 (satu) tahun setelah RPHJP ditetapkan. RPHJPd disusun sesuai dengan RPHJP yang telah ditetapkan. RPHJPd paling sedikit memuat: a) kegiatan yang akan dilaksanakan oleh KPH; b) kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemegang PBPH; c) persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan/ pengelolaan perhutanan sosial di wilayah KPH; d) tujuan pengelolaan Hutan lestari dalam KPH yang bersangkutan; e) evaluasi hasil rencana jangka pendek sebelumnya; f) target yang akan dicapai; g) basis data dan informasi; h) status neraca sumber daya Hutan; i) pemantauan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan; dan j) partisipasi para pihak.

 

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek atau RPHJPd yang telah disusun disampaikan kepada Kepala Dinas paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun berjalan, untuk dilakukan penilaian dan penetapan melalui SI-RPHJPd. RPHJPd yang telah disusun dilakukan: a) penilaian oleh pejabat pada Dinas Provinsi yang membidangi urusan perencanaan Hutan; dan b) penetapan oleh Kepala Dinas. RPHJPd yang telah ditetapkan berlaku mulai tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember, dan menjadi dasar kegiatan dalam pengelolaan Hutan oleh KPH pada tahun berjalan. RPHJPd KPH yang telah ditetapkan beserta dokumen elektronik disampaikan kepada kepala KPH, dan salinannya disampaikan kepada: Menteri; dan kepala UPT.

 

Dalam hal SI-RPHJPd belum tersedia atau tidak dapat diakses, rusak atau mendapat gangguan karena sebab kahar (force majeur) maka proses dapat dilakukan secara manual. Pedoman penyusunan RPHJPd dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Selengkapnya silahkan download dan baca Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atau Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi, melalui link yang tersedia di bawah ini.

 



Link download Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi (disini)

 

Demikian informasi tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atau PermenLHK Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi. Semoga ada manfaatnya.




= Baca Juga =



2 Comments

Previous Post Next Post